MENYONGSONG ERA REVOLUSI INDUSTRI
4.0 (TRANSFORMASI DIGITAL)
REVOLUSI INDUSTRI
Industrialisasi dipandang sebagai langkah tepat dalam menjawab potret sejarah kemiskinandunia. Industrialisasi mempermudah pekerjaan dilakukan dan pada gilirannya mengurangi kelaparan melalui ketersediaan makanan, memberikan ketersediaan akan kebutuhan pakaian,dan kebutuhan akan tempat tinggal bagi sebagian kalangan tertentu. Lebih jauh, memberikan masyarakatnya harapan hidup yang lebih panjang. Walaupun pada awalnya mengurbankan sebagian masyarakat lainnya sehingga muncul kesenjangan sosial serta menghasilkan kerusakan lingkungan, namun pada akhirnya industrialisasi mendatangkan kekayaan serta kenyamaan hidup karena dikelilingi oleh peralatan-peralatan yang user-friendly technologies.
Alltit, 2014, mengemukakan:“Revolution literally means the turning of a wheel, but figuratively, it means atransformation that creates permanent change. The term “revolution” clearly is appropriate because of the magnitude of the changes, considered collectively, and because of their impact on the destiny of the entire world. The phrase “industrial revolution” was used by Friedrich Engels in the 1840s. Industrialization does not appear to be declining. On the contrary, it has „gone global‟ and continues to generate new thechnologies, such as the recent emergence of computers and the fascinating trend toward miniaturization. Technological changes are often accompanied by new social and political arrangements, suc as urban decentralization.
Revolusi Industri I
Revolusi Industri I dimulai dari ditemukannya Mesin Uap oleh James Watt pada tahun 1764. Temuan ini berdampak pada pekerjaan-pekerjaan dalam pembuatan produk yang biasanya dilakukan oleh tenaga hewan dan kekuatan manusia, yang diperlengkapi dengan peralatan sederhana, kemudian beralih menggunakan mesin bertenaga uap. Hasilnya, barang-barang dapat diproduksi dalam waktu yang relatif singkat sehingga jumlahnya melimpah dengan harga murah. Revolusi Industri I membawa peralihan dari perekonomian berbasis pertanian menjadi perekonomian berbasis industri. Hal ini menandai dimulainya Era Mekanisasi.
Revolusi Industri II
Revolusi Industri 2.0 diawali dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Faraday & Maxwell sehubungan penggabungan kekuatan antara sistem magnetik dengan sistem elektrik yang menggerakan mesin proses produksi serta ditemukannya ban berjalan yang digunakan dalam proses perakitan di berbagai industri, sehingga dapat menghasilkan produk dalam jumlah besar (mass production). Lahirlah Era Elektrik.
Revolusi Industri III
Revolusi Industri 3.0 dimulai dari temuan internet dan komputer yang mempengaruhi pola komunikasi dan peredaran informasi di masyarakat. Juga temuan robot yang menggantikan tenaga kerja manusia dalam proses perakitan namun masih dikontrol oleh human operators. Dengan demikian, bergeser ke era otomatisasi.
Revolusi Industri IV
Revolusi Industri 4.0 terjadi ketika robot yang terkoneksi dengan sistem komputer, diperlengkapi dengan machine learning algorithms yang dapat belajar dan mengontrol robot itu sendiri tanpa input dari human operators yang dikenal dengan istilah artificial intellegence (AI). Lebih jauh, AI dihubungkan dengan internet based society. Pada dasarnya, revolusi industri 4.0 merupakan penyatuan dunia online dengan industri produksi, sehingga merupakan revolusi industri digital. Revolusi industri 4.0 dalam dunia bisnis berdampak pada pekerjaan di masyarakat dan posisi dalam organisasi yang ada pada hari ini, yang tidak akan ada lagi dalam 50 tahun ke depan, Xing & Marwala (2016). Sehubungan dengan keunggulannya, Xing dan Marwala (2016) mengemukakan bahwa revolusi industri 4 mengintegrasikan rantai nilai vertikal dan horisontal dengan menghubungkan secara digital semua unit produktif dalam perekonomian. Saat ini industri di dunia, Amerika, China, dan bahkan Eropa, tengah memasuki era revolusi industri ke 4, era digital, yang menggunakan peralatan otomatisasi dan internet of things (IoT). Sekertaris Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika dari Kementerian Perindustrian pada saat meresmikan Pameran Manufacturing Indonesia 2017 menyampaikan bahwa yang terutama bagi Indonesia saat ini adalah keharusan untuk mengembangkan dan membangun sektor Industri Permesinan yang merupakan pendukung dari seluruh proses produksi pada industri lainnya khususnya pada sektor Industri Manufaktur (Kompas 9 Desember 2017).
Berbagai penelitian dilakukan untuk mengetahui bagaimana efek dari pemanfaatan teknologi terhadap kinerja perusahaan. Kariuki (2005) memperoleh temuan bahwa e-banking memberikan dampak positif baik terhadap profitabilitas karena adanya peningkatan pangsa pasar akibat customized products, juga terhadap pelayanan yang lebih baik terhadap permintaan klien. Namun, dampaknya juga terjadi pada turnover tenaga kerja. Wachira
(2013) mendasarkan penelitiannya pada Aduda & Kingoo (2012) yang menyatakan bahwa sebagian besar bank di Kenya melakukan investasi besar-besaran dalam teknologi informasi dan komunikasi. Dampaknya, kegiatan operasional bank menjadi lebih efisien. Dalam studinya, Wachire (2013) menguji pengaruh inovasi teknologi terhadap kinerja keuangan bank komersial di Kenya. Studi ini didorong oleh perubahan di sektor perbankan sejak pemerintah Kenya mengeluarkan deregulasi sehubungan dengan e-banking yang membuat banyak cabang bank ditutup dan diganti dengan yang disebut self serviced banking.
Penelitiannya melibatkan profitabilitas sebagai variabel terikat dengan tiga variabel bebas, yaitu: customer independent technology (suatu teknologi yang membuat seorang konsumen dapat melakukan transaksi dengan bank tanpa berinteraksi dengan orang dalam institusi tersebut, seperti: ATM, phone banking dan internet banking), customer assisted technology (contohnya: customer relationship management system yang digunakan oleh customer service officer untuk mengenali dan memperbaharui profil konsumen dan memberikan respon terhadap kebutuhan konsumen saat dilakukan transaksi), dan customer transparent technology (teknologi yang mencerminkan operasi bank).
Big Data dan Artificial Intelegent
Komputer telah lama berada di masyarakat, namun tidak menangkap perilaku penggunanya. Berbeda saat smartphone digunakan, perilaku konsumen dapat dikumpulkan dalam big data sebagai hasil perekaman aktifitas pergerakan melalui penggunaan GPS, hasil penggunaan akses terhadap internet, hasil komunikasi menggunakan media sosial, hasil interaksi antara konsumen dan produsen dalam menggunakan produk, dan hasil perilaku atau kebiasaan lainnya.
INTERNET-BASED SOCIETY
Internet adalah alat transimisi elektronik yang membuat orang dapat memperoleh dan menyampaikan informasi. Diperlengkapi ponsel yang terhubung dengan internet, maka dalam hitungan menit ratusan juta orang terkoneksi dalam dunia daring yang menjadikannya „wadah‟ baru dalam menyampaikan pendapat bahkan berekspresi.
Marr (2017) mendefinisikan :
“The Internet of Things (IoT) refers to devices that collect and transmit data via the Internet and covers everythings from your smartphone, smartwatch, Fitbit band, even your TV and refrigerat
Digital Economy
Ada tiga tahapan digitalisasi, sebagai berikut:
Seperti yang dikutip oleh Kustiwan (2017), bahwa Farid Subkhan, profesional di bidang marketing dan smart city menyatakan bahwa ada tiga tahap digitalisasi:
1. Tahap Digitalisasi 1.0, teknologi sebatas menghitung atau mendokumentasi sehingga memudahkan pengambilan keputusan.
2. Tahap Digitalisasi 2.0, teknologi sudah terhubung satu sama lain sehingga menjadi media sosial untuk bersosialisasi.
3. Tahap Digitalisasi 3.0, teknologi memberikan akses bagi publik untuk berpartisipasi aktif memberi tanggapan dan respon.
Lahirnya era digital, membangkitkan konektivitas global dimana orang dalam jumlah yang tak terhitung saling terhubung secara daring dan memberikan respon yang luar biasa. Hal ini merupakan sebuah keberhasilan dalam memahami bagaimana teknologi menggerakkan perubahan. Perubahan teknologi ini akan memunculkan paradigma baru yang sangat drastis perbedaannya dimasa mendatang sehingga memunculkan pertanyaan „bagaimana manusia di seluruh dunia memanfaatkan teknologi baginya, kini dan di masa mendatang.
ERA DISRUPTIF
Schumpeter’s Theory of Creative Destruction Dikutip dari Weis (2015), sehubungan dengan “Theory of Creative Destruction” yang dikemukakan oleh Schumpeter (1950) yang menjelaskan bahwa proses pembaharuan ekonomi terjadi melalui inovasi yang merupakan mekanisme merusak keseimbangan yang tengah terjadi dan kemudian menciptakan yang baru. Dengan demikian, inovasi merupakan faktor fundamental dalam penentu perubahan ekonomi.
FIRM LIFE CYCLE
Perusahaan-perusahaan yang berpeluang menghadapi dilema akibat mempertahankan sustaining innovation, seperti yang disampaikan Clayton M. Christensen, merupakan perusahaan-perusahaan yang sudah berada pada tahap kedewasaan (mature phase) dalam daur hidupnya (firm life cycle). Sehubungan dengan daur hidup perusahaan, ada dua kondisi yang perlu mendapat perhatian. Yang pertama, memahami pada tahapan manakah perusahaan berada. Yang kedua, keputusan manakah yang menjadi prioritas terkait pada tahapan mana perusahaan ilmiah.
GENERASI MILENIAL
“Generasi Milenial adalah generasi yang terlahir dalam kisaran 1980-2000, sebagian generasi Y (lahir tahun 1980) dan sebagian generasi Z (lahir tahun 2000). Generasi ini dikenal sebagai generasi yang „bergaul erat‟ dengan teknologi komunikasi dan informasi, yaitu: melalui internet berselancar di dunia maya dalam memperoleh informasi dan berkomunikasi melalui sosial media. Perbedaan mencolok dengan generasi sebelumnya ditunjukkan dalam pola berbelanja. Generasi pendahulunya memerlukan keyakinan yang tinggi terlebih dahulu akan keadaan barang yang akan dibelinya, sehingga mengharuskan dirinya untuk memeriksa kondisi riil barang tersebut di lapangan sebelum memutuskan untuk membelinya. Sementara generasi Y maupun Z sudah bisa mempercayai kondisi barang yang akan dibelinya dengan hanya melihatnya melalui internet. Demikian pula dengan sumber informasinya, baik informasi yang paling umum hingga yang bersifat ilmiah, semuanya dilakukan dengan searching di internet. Padahal generasi sebelumnya memperoleh informasi dari berbagai sumber, seperti: membaca media cetak untuk memperoleh „opini‟, melihat televisi untuk memperoleh berita terkini, mendengarkan radio untuk informasi sehubungan dengan iklan, bahkan mengunjungi perpustakaan untuk memperoleh bahan bacaan ilmiah
Komentar
Posting Komentar